liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
Uang Merah vs Uang Putih, Perang Valuta di Masa Revolusi Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan, Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Pada saat itu mata uang yang beredar adalah uang hasil ciptaan pemerintah pendudukan Jepang yaitu Dai Nippon Teikoku Seihu atau sering disebut rupiah Jepang dan uang sisa peninggalan Hindia Belanda yaitu uang De Javasche Bank (DJB).

Namun sebelum berakhirnya Perang Pasifik, pemerintah Belanda telah menyiapkan mata uang baru untuk menggantikan mata uang Jepang dan DJB. Uang baru yang tercipta saat Belanda kembali berkuasa sering disebut sebagai “Uang Merah” atau Uang NICA.

Membuat dan Mendistribusikan Uang Merah

Mengutip historia.id, pemerintah Belanda telah menyiapkan uang baru yang akan digunakan jika kembali menguasai Indonesia atau Hindia Belanda. Uang tersebut dicetak pada tahun 1943 di American Bank Note Company, Amerika Serikat (AS) dalam pecahan 50 sen hingga 500 gulden/rupiah.

Uang dinyatakan dalam nilai gulden dalam bahasa Belanda, dan nilai rupiah dalam bahasa Indonesia. Masuknya uang baru ini ke Indonesia ditandai dengan kedatangan Dutch East Indies Public Administration (NICA).

Masyarakat Indonesia saat itu menyebut mata uang yang dibawa oleh pemerintah Belanda melalui NICA sebagai “Red Money”. Dinamakan demikian karena warna dominan uang ini adalah merah.

Pada tanggal 30 September 1945 diputuskan bahwa mata uang merah akan diedarkan untuk pertama kali di luar Jawa. Nilai tukar saat itu diputuskan, 1 rupiah Jepang sama dengan 3 sen Uang Merah.

Keputusan ini langsung mendapat tentangan keras dari pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 2 Oktober 1945, pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman bahwa masyarakat tidak akan menerima uang yang dibawa oleh NICA.

Peredaran mata uang merah relatif lancar saat NICA pertama kali masuk ke Indonesia. Pasalnya, NICA langsung mendapatkan akses ke kantor bank Jepang pada 10 Oktober 1945. Bank bentukan Jepang itu kemudian ditutup, dan NICA menghidupkan kembali DJB yang berfungsi sebagai bank sirkulasi.

Pada tanggal 6 Maret 1946, NICA secara resmi mulai mengedarkan dan menetapkan Uang Merah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah pendudukan.

Untuk mendistribusikannya, pemerintah pendudukan Belanda sering menggunakan paksaan. Walaupun pada saat itu rakyat jelata hanya menerima rupiah Jepang, namun pemerintah pendudukan Belanda memaksa rakyat untuk menukarnya dengan uang merah. Tidak jarang pemaksaan dilakukan dengan menggunakan senjata api.

Pembentukan Uang Putih dan Awal Perang Mata Uang

Menanggapi meningkatnya peredaran Uang Merah, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Pada 15 Maret 1946, Jemur mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa orang yang kedapatan memegang Uang Merah akan mendapat hukuman berat. Akibatnya, Wang Merah saat itu menjadi momok bagi masyarakat.

Kemudian, ketika Bank Negara Indonesia (BNI) didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan sebagian uang beredar yaitu uang DJB, uang rupiah Jepang dan uang Merah. Saat itu, warga hanya diperbolehkan memegang maksimal 50 sen rupiah Jepang.

Penarikan peredaran uang diikuti dengan upaya pemerintah Indonesia untuk menyediakan mata uangnya sendiri. Usaha ini menghasilkan Oeang Republik Indonesia (ORI) atau “Uang Putih”.

Wang Putih atau ORI diterbitkan oleh Menteri Keuangan AA Maramis melalui Surat Keputusan No. SS/1/25 tanggal 29 Oktober 1946. ORI resmi mulai berlaku pada tanggal 30 Oktober 1946 sebagai mata uang yang sah di wilayah negara Republik Indonesia. .

Mengutip www.bi.go.id, kehadiran White Money menandai dimulainya currency war atau perang mata uang di Indonesia. Dengan kontrol yang ketat, peredaran Uang Putih mulai masuk ke wilayah pendudukan, bersaing dengan Uang Merah.

Mengetahui pemerintah Indonesia mengeluarkan mata uangnya sendiri, NICA kemudian berusaha menggagalkan peredaran ORI. Bahkan, NICA memalsukan ORI untuk membuat nilai ORI jatuh akibat inflasi. Selain itu, NICA kerap mengintimidasi orang yang menyimpan ORI.

Pada awal perang mata uang, nilai ORI cenderung kuat terhadap mata uang NICA, dimana satu ORI dibandingkan dengan 2 mata uang NICA. Namun dalam perjalanannya, nilai ORI terus menyusut menjadi 1:5. Bahkan, pada masa Invasi Belanda Kedua, nilai ORI merosot tajam, dibandingkan 500 ORI yang dibutuhkan untuk menebus 1 florin uang NICA.

Turunnya ORI atau Uang Putih disebabkan oleh beberapa hal, yaitu penyempitan wilayah NKRI, tekanan Belanda terhadap orang pemegang ORI, dan inflasi.

Namun peredaran ORI masih belum bisa dicegah oleh NICA. Pasalnya, pemerintah Indonesia saat itu menganut kebijakan pembiayaan defisit, yaitu upaya mengatasi kekurangan anggaran dengan mencetak ORI sebanyak-banyaknya. Hal ini memang menyebabkan inflasi, namun jumlah ORI yang beredar meningkat.

Selain itu, meskipun NICA berusaha menertibkan ORI di beberapa wilayah pendudukan, pemerintah di masing-masing wilayah tersebut mengeluarkan ORI cetaknya sendiri. Uang ini dikenal dengan nama ORI daerah atau ORIDA.

Keberadaan ORIDA dijamin melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.19/1947. Peraturan ini memberi wewenang kepada pemerintah provinsi untuk mengeluarkan mata uang sementara atau alat pembayaran yang sah. Pemerintah pusat juga menjamin semua terbitan ORIDA bisa ditukar dengan ORI.

Oleh karena itu, meskipun pada awalnya NICA melalui Uang Merah berhasil menghidupkan ORI, hingga tahun 1949 perang mata uang masih berlangsung sengit karena adanya Wang Putih yang dibentuk secara regional atau ORIDA. Upaya NICA menggagalkan ORI dengan ancaman atau pemalsuan juga tidak efektif.

Kemenangan Uang Putih dan Akhir Perang Mata Uang

Perang mata uang yang terjadi di Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan berakhir pada tahun 1949, yaitu sebelum diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB).

Sebelumnya, ketika Belanda meninggalkan Yogyakarta menjelang akhir tahun 1949, Menteri Koordinator Negara/Perdamaian Sri Sultan Hamengkubuwono IX menetapkan ORI sebagai alat pembayaran yang sah. Namun pada saat yang sama, ia juga membiarkan uang NICA tetap beredar, sebagai bentuk kompromi.

Namun penarikan Belanda dari Yogyakarta tidak mengakhiri perang mata uang, karena Uang Putih dan Uang Merah masih berjuang untuk keberadaannya di wilayah Indonesia.

Kekalahan Uang Merah ditandai dengan perundingan KMB. Pada saat perundingan dimulai, pihak Belanda meminta agar NICA atau Uang Merah ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah. Permintaan ini langsung ditolak oleh Indonesia.

Namun, saat itu pemerintah melalui Menteri Koordinator Negara/Keamanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak menolak Uang Merah secara tegas saat KMB. Sebaliknya, pemerintah mengajukan proposal baru, yaitu mengizinkan Belanda melakukan survei untuk mengetahui reaksi terhadap dua mata uang saat ini.

Survei atau survei disarankan agar Belanda bisa mengetahui apakah orang Indonesia memang menginginkan uang merah atau tidak.

Melalui jajak pendapat di daerah-daerah pendudukan, diketahui bahwa masyarakat dengan tegas menolak keberadaan Uang Merah atau uang NICA, dan lebih memilih Uang ORI atau Uang Putih sebagai uang yang sah.

Dengan demikian berakhirlah perang tukar atau currency war yang berlangsung selama empat tahun, dari tahun 1945 hingga 1949. Hingga penyerahan kedaulatan dan berdirinya Republik Indonesia Bersatu (RIS), mata uang yang sah adalah ORI.