Bank Indonesia mengenakan tarif 0,3% bagi pelaku usaha mikro yang menggunakan Standar Indonesia Quick Response Code alias QRIS mulai Sabtu (1/7) lalu. Pedagang membayar tarif ini untuk setiap transaksi barang dan jasa.
Sebelumnya, bank sentral telah dua kali memperpanjang relaksasi tarif untuk usaha mikro. Angka itu 0% hingga 30 Juni 2023. Untuk usaha non mikro, bank sentral mengenakan tarif 0,7%.
Menurut juru bicara BI Erwin Haryono, pendapatan dari tarif itu untuk mengganti biaya investasi dan operasional yang dikeluarkan promotor QRIS. Pihak-pihak ini termasuk penyedia layanan pembayaran dan penukaran.
BI berharap pedagang tidak terus menaikkan tarif ke konsumen ini dengan menaikkan harga. Peraturan Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 tentang Standar Sistem Pembayaran Nasional juga melarang hal tersebut.
“Penerapan merchant discount rate atau MDR QRIS bagi pelaku usaha mikro dilakukan untuk menjaga kesinambungan ekosistem pelayanan dalam jangka panjang,” kata Erwin dalam keterangannya, Rabu (5/7).
Target transaksi QRIS di Maluku Utara (ANTARA FOTO/Andri Saputra/aww.)
Mulai dari Kode QR yang Berbeda
BI meluncurkan QRIS pada 17 Agustus 2019, bertepatan dengan hari ulang tahun Indonesia ke-74. Bank sentral baru mengimplementasikan layanan pembayaran ini pada 1 Januari 2020 untuk memfasilitasi persiapan penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP).
Peluncuran QRIS merupakan bagian dari pencapaian Visi Sistem Pembayaran Indonesia atau SPI 2025. BI meluncurkan visi tersebut sekitar tiga bulan sebelum merilis layanan pembayaran kepada masyarakat.
Dalam peluncurannya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, QRIS yang mengusung semangat SUPERIOR (Universal, Simple, Profitable and Direct) ini bertujuan untuk mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan UKM dan lebih mendorong pertumbuhan ekonomi, untuk Indonesia Maju,” tulis BI dalam siaran pers yang dipublikasikan pada 17 Agustus 2019.
QRIS muncul sebagai solusi dari kerumitan pembayaran dengan kode QR. Setiap perusahaan financial technology memiliki kode QR masing-masing, antara lain GoPay saat itu dari PT Gojek Indonesia, OVO dari PT Visionet Internasional, dan Dana dari PT Espay Debit Indonesia Koe. Jika merchant hanya memiliki kode QR Gopay, maka pengguna hanya dapat menggunakan GoPay untuk bertransaksi.
Pada tahun 2018, GoPay menjadi uang elektronik pertama yang meluncurkan fitur pembayaran menggunakan kode QR. Namun, OVO mampu bersaing dengan menjangkau 9 ribu usaha kecil di tahun yang sama.
Sebelum menjangkau masyarakat, BI melakukan uji coba spesifikasi teknis kode QR dan interkoneksinya selama September-November 2018 dan April-Mei 2019. BI bekerja sama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dalam menyusun QRIS.
BI meluncurkan QRIS untuk mengintegrasikan pembayaran dengan kode QR. Pedagang dan konsumen kini dapat menggunakannya untuk pembayaran melalui e-money, e-wallet, dan mobile banking.
Per Februari 2023, BI menyebutkan jumlah merchant QRIS mencapai 24,9 juta dan jumlah pengguna mencapai 30,87 juta.