Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan Indonesia siap mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina. Dia juga menyarankan agar kedua belah pihak melakukan gencatan senjata.
Usulan itu disampaikannya saat menjadi panelis dalam acara Resolving Regional Tensions di Shangri-La Dialogue Meeting di Singapura, Sabtu (3/6). “Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah meminta Ukraina dan Rusia menerapkan gencatan senjata,” katanya. Kedua, minta kedua belah pihak mundur 15 kilometer dari titik gencatan senjata.
Kemudian langkah ketiga, meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk pasukan penjaga perdamaian dan menempatkannya di wilayah demiliterisasi. Lebih lanjut, Prabowo mengatakan bahwa PBB dapat menggelar referendum bagi masyarakat yang tinggal di zona demiliterisasi.
Proposal Prabowo sampai ke pihak Ukraina dan ditolak mentah-mentah. Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksi Reznikov, menganggap ini usulan dari Rusia, bukan Indonesia. “Kami tidak membutuhkan perantara seperti ini datang kepada kami dengan rencana aneh,” kata Reznikov.
Salah satu yang disebutkan Prabowo adalah pasukan perdamaian. Bagaimana sejarah pasukan perdamaian yang dikirim Indonesia ke negara-negara konflik?
Mengirim Penjaga Perdamaian PBB ke Lebanon. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Berawal dari Konflik di Mesir
Terbentuknya Kontingen Garuda tidak lepas dari peran Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Merekalah yang pertama kali mengakui kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 18 November 1946. Hubungan diplomatik yang baik telah terjalin antara Indonesia dengan negara-negara Liga Arab hingga saat ini.
Pada 26 Juli 1956, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez menjadi milik negaranya. Muncul perselisihan tentang Negara Piramida dengan Inggris dan Prancis yang menolak langkah Nasser. Kedua negara mengklaim kepemilikan kanal karena mereka membangunnya,
Semua upaya kesepakatan itu gagal hingga akhirnya tentara Israel melintasi perbatasan Mesir pada 30 Oktober 1956. Mereka ingin menduduki Gurun Sinai hingga Terusan Suez.
Konflik ini mengkhawatirkan PBB. Organisasi tersebut merasa perlu mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke sana. Sebelumnya, Majelis Umum PBB telah memutuskan untuk menarik pasukan ketiga negara tersebut dari wilayah Mesir. PBB juga membentuk United Nations Emergency Force alias UNEF untuk mengakhiri Krisis Suez pada 7 November 1956.
Keputusan PBB ini didukung oleh Indonesia yang mengirimkan pasukan perdamaian bernama Kontingen Garuda alias KONGA. Website Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa pengiriman pasukan TNI untuk operasi perdamaian merupakan amanat dalam Pembukaan UUD 1945. “Itu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” tulis website tersebut . .
Maka KONGA berangkat pertama kali pada 8 Januari 1957 dengan total 559 tentara. Pemimpinnya adalah Letkol. Kolonel Infanteri Hartoyo, kemudian digantikan oleh Letkol. Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo. Masa jabatan KOGA I kurang dari satu tahun. Mereka bertugas hingga 29 September 1957.
Mengirim Penjaga Perdamaian PBB ke Lebanon. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Negara Penyumbang Perdamaian Terbesar ke-9
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tertulis bahwa salah satu tugas TNI adalah melaksanakan kebijakan pertahanan negara. Dalam kaitan ini, TNI diharapkan berperan aktif dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa tugas utama TNI dalam operasi militer selain perang adalah operasi menjaga perdamaian dunia.
Sejak tahun 1957, Indonesia telah mengirimkan lebih dari 39 kontingen Garuda dalam berbagai konflik. Mulai dari konflik di Kongo, perang Vietnam-AS, Timur Tengah, hingga Bosnia.
Pasukan perdamaian yang dikirim Indonesia tidak hanya terbang dengan nama Kontingen Garuda. Pada Maret lalu, misalnya, Indonesia mengirimkan 1.090 pasukan ke Lebanon untuk Misi Penjaga Perdamaian PBB alias MPP.
Per 31 Maret 2023, United Nations Peacekeeping Organization menyatakan bahwa Indonesia adalah penyumbang perdamaian terbesar ke-9 di dunia. Total kontribusi mencapai 2.704 orang, di bawah Ghana yang menyumbang sebanyak 2.762 orang. Berikut data lengkapnya:
Jejak kedamaian ini masih bisa ditelusuri hingga saat ini. Misalnya ayah dan anak Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono. Mantan presiden Indonesia bertugas di Bosnia-Herzegovina pada tahun 1992, setelah negara tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dari Yugoslavia.
Sedangkan AHY merupakan anggota KONGA XXIII-A yang dikirim untuk menjaga perdamaian di perbatasan Israel dan Lebanon Selatan pada tahun 2006. Ini merupakan kontingen Indonesia pertama yang dikirim untuk United Nations Interim Force in Lebanon alias Misi Penjaga Perdamaian PBB di Lebanon .