liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Sejarah Demonstrasi Buruh Menuntut Kenaikan Upah di Indonesia

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan rencana aksi menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023. Senin lalu, 28 November, sejumlah pemerintah provinsi memutuskan menaikkan UMP. Namun, jumlah tersebut masih di bawah batas maksimal yang diumumkan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yakni 10%.

UMP DKI Jakarta, misalnya, ditetapkan sebesar 5,6%. Menurut Said, kenaikan UMP sebesar itu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Jakarta. Dia mengatakan, para pekerja berencana mengambil tindakan untuk menuntut kenaikan UMP 10-13%.

“Kenaikan 5,6% itu masih di bawah inflasi. Gubernur DKI tidak ada kepedulian atau empati terhadap buruh,” kata Said Iqbal dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa, 29 November 2022.
Isu upah minimum merupakan salah satu isu yang diperjuangkan buruh setiap tahunnya. Ini sering menjadi bahan perdebatan dengan majikan. Hal ini dikarenakan upah minimum merupakan komponen utama pekerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Demonstrasi Buruh Pertama

Demonstrasi buruh bukanlah hal baru dalam sejarah gerakan buruh di Indonesia. Jauh sebelum Indonesia merdeka, demonstrasi buruh pertama di Indonesia (dulu Hindia Belanda) terjadi pada tahun 1842.

Saat itu para petani tebu di era tanam paksa (cultuurstelsel) menolak memperluas areal tanam yang diperintahkan pemerintah. Sebanyak 600 petani tebu dari 51 desa di Kabupaten Batang (Karesidenan Pekalongan, Jawa Tengah) menolak kenaikan upah dari 14,22 gulden menjadi 25 gulden per musim panen.

Masih pada abad ke-19, pada tahun 1882 sekitar 10 ribu buruh tani dari 30 pabrik gula dan perkebunan tebu di Yogyakarta juga ikut mogok kerja. Aksi ini dilakukan secara berurutan dalam tiga gelombang. Lokasi pemogokan berada di kecamatan Kalasan dan Sleman.

Hal ini dipicu oleh upah yang rendah dan beban kerja yang berat. Selain itu, karena banyak pekerjaan yang tidak dibayar padahal bukan pekerjaan wajib dan harga yang dibayar pengawas terlalu rendah dibandingkan harga pasar.

Mengutip buku Gerakan Serikat Buruh dari Zaman Kolonial Hindia Belanda hingga Orde Baru, gerakan buruh pada abad ke-19 merupakan protes petani. Petani di sini bukanlah pemilik tanah, melainkan petani kecil atau miskin yang hidupnya bergantung pada industri perkebunan yang diciptakan oleh pemerintah kolonial.

Pembentukan Serikat Pekerja

Gerakan buruh menjadi lebih terorganisir setelah serikat pekerja didirikan. Serikat buruh pertama di Jawa didirikan pada tahun 1905 oleh para pekerja kereta api dengan nama SS Bond (Staatspoorwegen Bond).

Kepengurusan organisasi ini sepenuhnya dimiliki oleh orang-orang Belanda. Banyak serikat pekerja mulai terbentuk dan berkembang pada tahun 1910-an segera setelah Perang Dunia I ketika serikat pekerja melancarkan gelombang pemogokan.

Pada tahun 1920 ada sekitar 100 serikat pekerja dengan 100.000 anggota. Hal ini tidak lepas dari upaya propaganda yang dilakukan oleh para aktivis buruh dengan berbagai cara seperti selebaran, surat kabar dan selebaran.

Selama waktu itu, serikat pekerja menjadi lebih aktif dalam menuntut upah yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik bagi para anggotanya. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah melalui pemogokan.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, serikat pekerja menjadi organisasi sosial yang penting. Mereka terlibat dalam revolusi kemerdekaan.

Hal ini mendorong lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja seperti UU No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja yang merupakan undang-undang pertama yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.

Perjuangan buruh di era reformasi

Setelah reformasi, pemerintah meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Pada awal tahun 1999 juga dibentuk Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) yang diprakarsai oleh beberapa aktivis Gabungan Rakyat (KOBAR).

Peringatan Mayday (Hari Buruh Internasional) yang sempat dilarang pada masa Orde Baru pertama kali diadakan pada 1 Mei 1999 oleh koalisi organisasi buruh yang membentuk Komite Aksi May Day.

Dengan bekal organisasi, perjuangan buruh semakin meningkat. Selama tahun 2000, Departemen Tenaga Kerja mendaftarkan 173 aksi buruh. Sedangkan pada tahun 2001 terjadi 261 aksi buruh.

Aksi ini biasanya dilakukan untuk menuntut kenaikan gaji, menolak PHK, dan memperjelas/meningkatkan status kerja. Tindakan itu tidak hanya dilakukan oleh buruh manufaktur (pabrik) seperti pada masa Orde Baru, tetapi sudah merambah ke tenaga kependidikan (guru), buruh retail dan BUMN.

Pada tahun 2001 juga terjadi gelombang aksi dari berbagai serikat pekerja untuk menolak penyusunan Kepmen 78/2001. Keputusan menteri mencabut hak untuk memberhentikan karyawan setelah diberhentikan atau mengundurkan diri.

Selain bergerak lebih ke isu ketenagakerjaan yang bersifat ekonomi/normatif, buruh juga mulai merespon isu-isu di luar dunia advokasi ketenagakerjaan, seperti aksi menentang kenaikan harga BBM dan pengurangan subsidi BBM.

Pada tahun 2011 perjuangan menaikkan upah minimum provinsi dan perkotaan (UMP/UMK) mengalami peningkatan jumlah demo massa, tuntutan aksi, dan cara aksi. Gugatan ini umumnya dikaitkan dengan penolakan Permen 17 Tahun 2005 yang menjadi acuan Dewan Pengupahan dalam perhitungan komponen kebutuhan hidup (KHL).

era Jokowi

Menurut para pekerja, tahun 2015 merupakan tahun yang suram bagi para pekerja di Indonesia. Pemerintah dianggap lebih melindungi kepentingan pengusaha daripada menjamin pemenuhan hak-hak pekerja.

Tindakan pemerintah mengeluarkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dianggap sebagai puncak penindasan buruh. Sebab, kebijakan tersebut menghidupkan kembali politik upah murah sekaligus mengebiri hak-hak buruh untuk merundingkan upah.

Sepanjang tahun 2015, Gerakan Buruh Indonesia telah banyak melakukan aksi dan menolak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada buruh. Namun, suara kaum buruh masih belum terdengar, bahkan tindakan opresif kaum buruh dihadapi oleh polisi.

(Baca: Apakah Upah Minimum Cukup untuk Menghidupi Rumah Tangga?)

PP Pengupahan telah mencabut hak berunding dengan serikat pekerja dan kewenangan kepala daerah untuk menetapkan upah minimum di daerahnya. Upah minimum tahun 2016 di basis industri berkisar antara Rp 3-3,2 juta, sedangkan di ASEAN rata-rata upah minimum sudah melebihi Rp 4 juta.

Tidak hanya itu, ada kesenjangan upah antar daerah di Indonesia. Di DKI Jakarta UMK 2016 Rp 3,1 juta, sedangkan di Jawa Tengah ada daerah yang UMK 2016 masih Rp 1,3 juta.

Pendapat buruh adalah jika setiap tahun kenaikan upah minimum di seluruh Indonesia ditentukan melalui rumus inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, maka persentase kenaikan upah di seluruh Indonesia akan disamakan.

Protes buruh akan berlanjut hingga 2021. Kementerian Ketenagakerjaan telah menetapkan upah minimum pekerja naik rata-rata 1,09% pada 2022. Kenaikan ini dinilai terlalu kecil dan tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Menurut Said Iqbal, kenaikan UMP yang ditetapkan pemerintah tidak ada artinya karena tidak akan mampu meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya para pekerja.