Sebagian dari kita mungkin pernah mengalami krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998. Saat itu, antrean nasabah menyelinap melalui kantor bank dan ATM untuk menarik uang. Penarikan uang secara besar-besaran ini menyedot cadangan kas hingga banyak bank yang bangkrut karena kekurangan likuiditas.
Bank run adalah istilah yang digunakan untuk fenomena produksi massal. Akibat bank run saat itu, 16 bank umum dilikuidasi pada November 1998. Fenomena ini juga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap industri perbankan tanah air.
Krisis perbankan serta penyebab dan akibatnya terhadap krisis ekonomi telah menjadi topik yang banyak dipelajari oleh para ekonom dunia. Trio ekonom asal Amerika Serikat (AS), yakni Ben S. Bernanke, Douglas W. Diamond, dan Philip H. Dybvig, meraih Hadiah Nobel Ekonomi atas penelitiannya terhadap fenomena ini di awal 1980-an.
“Penelitian mereka telah meningkatkan kemampuan kita untuk menghindari krisis serius dan penyelamatan yang mahal,” kata Tore Ellingsen, Ketua Komite Hadiah Nobel Ekonomi.
Model berlian-Dybvig
Model Diamond-Dybvig, dinamai menurut pendirinya Diamond dan Dybvig, adalah salah satu model ekonomi yang menjelaskan bagaimana bank runs terjadi. Bagi banyak ekonom, model ini bahkan dianggap sebagai satu-satunya teori bank runs.
Salah satu teori dalam model ini adalah bahwa bank runs terjadi secara acak. Alasannya karena nasabah penyimpan khawatir dengan kemampuan bank menyediakan tabungannya pada saat dibutuhkan.
Semakin tinggi kekhawatiran ini, semakin besar kemungkinan bank run akan terjadi. Ini juga alasan mengapa bank runs disebut self-fulfilling prophecies dalam model ini.
Untuk mengatasi kemungkinan ini, Diamond-Dybvig menawarkan solusi. Pemerintah harus menyediakan jaminan simpanan dan bertindak sebagai penyedia pinjaman bagi bank selama krisis.
Di Indonesia, perwujudan solusi tersebut dapat dilihat dalam pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bedanya, LPS tidak menggunakan keuangan negara untuk menjamin simpanan nasabah.
Pemerintah mengatur bank-bank yang beroperasi di Indonesia untuk membayar premi penjaminan simpanan kepada LPS. Dana dari premi inilah yang kemudian digunakan LPS untuk menjamin dana nasabah jika bank gagal membayar sekaligus.
Kemampuan Mbertarung Kteriak Bernke
Ben Bernanke sebagai gubernur Fed memimpin AS keluar dari krisis ekonomi 2008-2009. Namun, Nobel Ekonomi yang diraihnya bukan karena perannya sebagai gubernur bank sentral.
Hadiah Nobel diberikan kepada Ben Bernanke terutama untuk penelitiannya tentang Depresi Hebat tahun 1930-an di AS. Salah satu studi berjudul “The Non-Financial Effects of Financial Crisis in the Propagation of the Great Depression” diterbitkan pada tahun 1983.
Bernanke berfokus pada peran perbankan dalam Depresi Hebat pada saat itu. Dia menemukan tingginya biaya layanan perbankan menjadi salah satu alasan parahnya Depresi Hebat, karena mempersulit orang untuk mengajukan pinjaman.
Komite Nobel Ekonomi mengutip 13 penelitian Bernanke sebagai alasan pemberian Nobel Ekonomi. Sebagian besar penelitian tersebut berkaitan langsung dengan penanganan krisis keuangan seperti fee perbankan, kebijakan kredit, kebijakan keuangan dan lain-lain.
Penelitian Bernanke juga membuatnya memenuhi syarat untuk menjadi gubernur Fed ketika krisis ekonomi 2008 melanda.
Bernanke mengambil beberapa langkah saat itu, salah satunya memangkas suku bunga acuan menjadi 0%. Dengan menurunkan suku bunga ke tingkat terendah, bank dapat saling meminjamkan uang dengan suku bunga rendah dan memberikan pinjaman berbunga rendah kepada konsumen dan bisnis.
Langkah ini dilengkapi dengan pelonggaran kuantitatif di mana Fed membeli sekuritas utang pemerintah dan sekuritas yang didukung hipotek untuk merangsang ekonomi. Pembelian ini berdampak langsung pada penurunan suku bunga bank dan selanjutnya meningkatkan pinjaman dari dunia usaha. Akibatnya, bisnis ini dapat mempekerjakan kembali orang dan mengurangi tingkat pengangguran.
Kritik terhadap Nobel Bernanke
Meskipun Bernanke dianugerahi Hadiah Nobel Ekonomi untuk penelitiannya, banyak orang mengkritik penghargaan ini karena kegagalan Bernanke sebelum krisis terjadi.
Salah satu kritik adalah peran Bernanke dalam memicu gelembung perumahan ketika dia sempat mengatasinya.
Dean Baker, seorang ekonom sayap kiri di AS, menyalahkan Bernanke atas kegagalannya untuk mengakui parahnya gelembung perumahan yang berada di belakang krisis. Bahkan saat gelembung mulai pecah, Bernanke terus mengabaikan efek yang mungkin terjadi.
Irina Tsukerman, analis bisnis di Scarab Rising, mengatakan Bernanke gagal menaikkan suku bunga saat tanda-tanda ledakan gelembung dimulai saat itu.
“Menaikkan suku bunga pada saat itu dapat mendorong lebih banyak tabungan dan mengurangi pengeluaran besar-besaran serta pergerakan keuangan yang agresif,” kata Tsukerman seperti dikutip dari
Selain itu, beberapa pihak juga mengkritisi tindakan Bernanke yang membiarkan bank Lehman Brothers dilikuidasi, terutama mengingat besarnya dampak likuidasi Lehman Brothers terhadap perekonomian AS dan dunia.