Ridwan Kamil mengatakan teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) memiliki sisi negatif. Ia menyebutkan setidaknya ada 15 hal yang perlu diantisipasi dari perkembangan AI, seperti ChatGPT.
“Setiap disrupsi, ada sisi baik dan buruk. Sebagai pemimpin, tidak hanya mendorong yang positif, tetapi juga menyiapkan benteng atas hal negatif,” kata Ridwan Kamil dalam acara Indonesia Digital Conference 2023 bertajuk ‘Artificial Intelligence for Business Transformation: Tantangan Etik, Inovasi, Produktivitas, dan Daya Saing di berbagai Sektor’ yang digelar secara virtual, Rabu (23/8).
Ridwan Kamil mengatakan, potensi ekonomi digital disebut-sebut mencapai US$ 220 miliar. “Jika Indonesia ingin mendapatkan potensi ini, maka harus menyiapkan langkah antisipasi dari sisi buruknya,” ujar dia.
Menurutnya, 15 hal negatif transformasi digital termasuk AI yang perlu diantisipasi yakni:
HoaksPornografiJudi onlineRentenir onlinePenipuan onlineBullying atau perundunganPhising atau pencurian data penting pribadiSkimming atau pencurian data pribadi seperti meletakan strip magnetik di mesin ATMCarding atau berbelanja online dengan kartu kredit secara ilegalDoxing atau menyebarluaskan informasi pribadi kepada publikMenguntit orang lain di ranah digitalPemalsuan data pada dokumen penting di internetPengintaian dengan membobol sistem jaringan komputerPendomplengan nama atau reputasi merek dagangPerusakan data atau sistem jaringan internet
“AI digunakan untuk mengubah wajah pelaku pornografi dengan wajah orang lain,” kata dia. “Begitu juga hoaks yang bukan lagi hanya foto, tetapi juga video.”
Meski begitu, ia mengatakan bahwa teknologi digital seperti AI bisa berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Ia mencontohkan pedagang sabun cuci di Jawa Barat yang awalnya menawarkan produk dari pintu ke pintu, kini bisa berjualan secara online dengan menyasar lebih banyak konsumen.
“Omzet naik dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta,” kata Ridwan Kamil.
Gubernur Jawa Barat itu juga mencontohkan beberapa peternak ikan yang menggunakan alat berbasis Internet of Things atau IoT dari startup eFishery untuk memberi pakan ikan secara otomatis.
Selain itu, ia mengatakan bahwa nelayan mulai menggunakan teknologi berbasis gambar dari satelit untuk mengetahui titik koordinat di laut yang memungkinkan mereka mendapatkan lebih banyak ikan.
Ia mendorong agar penggunaan gawai seperti ponsel pintar alias smartphone dan laptop digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif.