Nafas baru dihembuskan ke Lokananta, studio rekaman bersejarah Indonesia di bawah Percetakan Nasional Indonesia. PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang bertanggung jawab merevitalisasi Lokananta menunjuk M Bloc Group sebagai operator untuk menyaksikan sejarah musik Indonesia.
“Lokananta nantinya tidak hanya menjadi pabrik rekaman atau penyedia jasa studio rekaman, tapi akan menerapkan pola placemaking yang akan kita lakukan di M Bloc,” ujar CEO Lokananta Wendi Putranto di Solo, Jumat (2/6), dilansir Antara.
Untuk merayakan kembalinya Lokananta, manajemen menggelar Festival Pemugaran Lokananta pada 3 hingga 4 Juni 2023. Dalam acara ini, tampil artis dari berbagai generasi. Mulai dari Andien, Fariz RM, White Shoes & Couples Company, hingga Pamungkas.
Produksi kaset pita Lokananta. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.)
Awal Pendirian Lokananta
Lokananta dikenal sebagai pelopor studio rekaman di Indonesia yang didirikan oleh Kepala Biro Radio Republik Indonesia R. Maladi pada 29 Oktober 1956. Awalnya perusahaan ini didirikan untuk merekam materi siaran RRI dalam bentuk gramofon. catatan. Kemudian materi ini akan disebar ke 26 stasiun RRI di Indonesia.
Gading Pramu Wijaya dalam Arsip Sejarah Musik Indonesia Lokananta menulis bahwa RRI kemudian menjual LP produksian yang berisi lagu-lagu daerah kepada masyarakat umum dengan merek dagang Lokananta. Penggagasnya tidak lain adalah Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
“Saat itulah pidato terkenal Bung Karno: kenapa anak muda main musik rock n roll? Katanya, mainkan musik Indonesia,” ujar Chief Executive Officer Lokananta Wendi Putranto.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 215 Tahun 1961, Sanggar Lokananta berubah status menjadi Perusahaan Nasional (PN) Lokananta. Dari sinilah Lokananta mulai menjadi label rekaman yang fokus pada produksi lagu daerah.
Meski merupakan studio rekaman perintis, Lokananta tidak berlokasi di ibu kota negara. Bangunan utama berdiri di Jalan Ahmad Yani No. 379, Kecamatan Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Nama bangunan ini diambil dari bahasa sansekerta yaitu gamelan dari surga dengan suara yang merdu.
Festival Lokananta Menandai Kembalinya Studio Rekaman Pertama di Indonesia sebagai Pusat Kreativitas Musisi, Artis, dan UMKM (Danareksa)
Instal Lokananta
Asian Games ke-4 yang digelar pada Agustus 1962 turut memperkuat posisi PN Lokananta. Indonesia sebagai tuan rumah saat itu memproduksi piringan hitam berisi rekaman musik lokal yang dijual sebagai souvenir kepada peserta Asian Games.
Melansir Indonesia.go.id, Waldjinah menjadi musisi pertama yang memproduksi musik di sana pada usia 12 tahun. Pada tahun 1959, Waldjinah membawakan lagu Kembang Katjang karya pencipta Bengawan Solo, Gesang.
Banyak legenda musik Indonesia tercatat pernah merekam lagu-lagunya di sini, seperti Gesang, Adi Bing Slamet, Waldjinah, dan TItiek Puspa. Lagu-lagu legendaris Gesang seperti Bengawan Solo dan Jembatan Meraah juga diproduksi di sini.
Studio rekaman ini mengalami masa kejayaannya pada tahun 1970 hingga 1980-an, menjadi pusat rekaman kaset audio dan duplikasi film terbesar di Indonesia. Beranjak dari piringan hitam, Lokananta mulai memproduksi kaset pada tahun 1972. Sepuluh tahun kemudian, unit penggandaan film dibentuk dalam format pita magnetik Betamax dan VHS.
Sayangnya, pada tahun 1990-an produksi audio mulai dilakukan dalam format compact disc (CD), meninggalkan kaset yang biasa diproduksi oleh Lokananta. Dari sinilah nama Lokananta mulai meredup, hingga pada tahun 2004 perusahaan ini diambil alih oleh Percetakan Nasional Republik Indonesia. Sekarang namanya PNRI Cabang Surakarta-Lokananta.
Tercatat sekitar 53 ribu keping piringan hitam dan 5.670 rekaman master sejarah disimpan di Lokananta. Termasuk suara asli Soekarno saat membacakan teks Proklamasi.
Produksi kaset pita Lokananta. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.)
Enam Bulan Revitalisasi
Prestasi musik Indonesia ini telah dihidupkan kembali sejak tahun 2022 oleh Kementerian BUMN melalui PT Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset alias PPA. Pemulihan tahap awal ditandai dengan Lokananta Reload pada 27 November 2022 dan selesai dalam waktu enam bulan.
Kini, lahan seluas 2,1 hektar ini memiliki tujuh lapangan antara lain Lokananta Gallery, Lokananta Recording Studio, Lokananta Live House, dan Lokananta Amphitheatre Stage. Selain itu, terdapat area retail makanan dan minuman, taman melingkar Lokananta, serta area retail kreatif non makanan dan minuman.
Musisi Addie Muljadi Sumaatmadja alias Addie MS pun mengapresiasi upaya pemulihan ini. Katanya, ini bukti nyata bahwa negara ini memperhatikan sejarah dan menyelamatkan khazanah musik Indonesia.
Ia berharap regenerasi ini bisa terus memperbanyak musik Lokananta. Menurut Addie, dokumen foto pudar yang tersimpan di sana pun, menurut Addie, bisa direkonstruksi menggunakan teknologi kecerdasan buatan.
“Indonesia saat ini tidak akan bisa belajar dan menikmati musik jika Lokananta tidak ada,” kata Addie MS dikutip dari Antara.