liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Merunut Kiprah Gubernur Bank Indonesia Era Orde Lama

Di Indonesia, awal Juli sering diperingati sebagai hari ulang tahun Bank Indonesia. Dimana, BI resmi disahkan sebagai bank sentral oleh pemerintah, dalam undang-undang yang dikeluarkan pada 1 Juli 1953.

Sebelumnya, peran bank sentral dikendalikan oleh De Javasche Bank (DJB), sebuah lembaga keuangan yang didirikan oleh perusahaan Belanda. Pada tahun 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), meskipun masih menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pemerintah kemudian memutuskan bahwa DJB akan menjadi bank distribusi bagi RIS dan Bank Negara Indonesia sebagai bank pembangunan.

Pemerintahan RIS dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tiga tahun kemudian, UU No. 11 Tahun 1953 dikeluarkan yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menggantikan De Javasche Bank.

Sepanjang perjalanannya, para petinggi DJB sering diakomodasi oleh perusahaan Belanda dan disebut sebagai presiden. Meski begitu, Syafruddin Prawiranegara yang merupakan penduduk asli Indonesia tercatat sebagai orang Indonesia pertama dan terakhir yang menduduki jabatan Presiden DJB periode 1951-1953.

Syafruddin Prawiranegara (Kementerian Keuangan)

Perjalanan Awal Mengelola Bank Sentral

Nominasi jabatan tertinggi di bank sentral Indonesia kemudian bergeser dari presiden ke gubernur. Syafruddin Prawiranegara pun ditunjuk untuk melanjutkan jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia pertama hingga tahun 1958.

Sebagai informasi, masa kepemimpinan Gubernur BI berlangsung selama lima tahun. Pada masa Orde Lama, tercatat ada lima orang yang menduduki jabatan ini.

Sebagai Gubernur BI pertama, Syafruddin merumuskan aturan dasar keuangan negara. Diantaranya, mengusulkan penerbitan mata uang Indonesia sendiri, untuk menggantikan mata uang yang masih beredar setelah Indonesia merdeka.

Selain itu, ia juga memprakarsai Oeang Republik Indonesia atau ORI yang diterbitkan pemerintah pada Oktober 1946. Pada saat yang sama, pemerintah mengeluarkan dua jenis uang yang beredar di masyarakat, yaitu uang penjajahan Jepang dan uang Belanda dengan nama Nederlandsch- Indische Civiele Administratie atau NICA.

Berkat idenya itu, nama Syafruddin masuk dalam kebijakan keuangan untuk mengatasi krisis keuangan Indonesia tahun 1950-an, yakni Gunting Syafrudin. Tepatnya pada tanggal 10 Maret 1950, kebijakan ini diberlakukan dengan mekanisme pemotongan fisik uang NICA dan DJB mulai dari pecahan Rp 5 ke atas.

Syafrudin yang juga Menteri Keuangan menargetkan empat masalah dengan satu kebijakan. Mulai dari mengganti uang kartal secara massal dengan ORI, mengurangi jumlah uang beredar untuk menekan inflasi, menurunkan harga barang, hingga mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib.

Kompas menyatakan, berakhirnya kepemimpinan Syafruddin Prawiranegara karena sikapnya terhadap sistem demokrasi yang dipimpin Presiden Soekarno. Pada 15 Januari 1958, Presiden Soekarno memecat Syafrudin dari kursi pimpinan tertinggi BI.

Kepemimpinan Syafruddin digantikan oleh Loekman Hakim pada 1958. Pria asal Tuban ini sebelumnya menjabat sebagai Dubes RI di Bonn, Jerman Barat.

Menurut situs Kementerian Keuangan, Loekman berkarir di luar negeri, sebagai Direktur Bank Dunia dan Direktur Dana Moneter Internasional (IMF). Ia juga menjabat sebagai Menteri Keuangan di Jakarta, saat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950.

Loekman meninggal pada tahun 1960, sebelum masa jabatannya di Bank Indonesia berakhir. Selanjutnya, kepemimpinan Bank Indonesia dilanjutkan oleh Soetikno Slamet, Menteri Keuangan saat itu. Sebelumnya, Soetikno menggelar rapat perencanaan pembangunan dan menghasilkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Meski begitu, kepemimpinan Soetikno di Bank Indonesia tidak berlangsung lama, atau hanya setahun. Menurut situs Kementerian Keuangan, Soetikno melanjutkan karirnya di kancah global, sebagai Direktur Eksekutif IMF dari tahun 1961 hingga 1962 dan juga Bank Dunia.

Selanjutnya, kepemimpinan Bank Indonesia beralih ke Soemarno untuk periode 1960 hingga 1963. Sebelumnya, Soemarno adalah Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan di Washington untuk periode 1958 hingga 1960. Dengan pengalaman tersebut, Soemarno dianggap mampu dan diangkat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia ini memiliki seorang putri bernama Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara periode 2014-2019.

Gubernur BI Terakhir di Era Soekarno

Teuku Jusuf Muda Dalam (JMD) menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia kelima pada tahun 1963 hingga 1966. Pria asal Sigli, Aceh ini mengawali karir di bidang ekonomi dan menjabat sebagai Direktur Utama BNI.

Sekadar mengingatkan, BNI merupakan bank milik negara pertama yang lahir kurang dari setahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada 5 Juli 1946. Pada awalnya bank ini berfungsi sebagai bank sentral dengan nama Bank . Negara Indonesia. Tugasnya tentu saja mendistribusikan dan mengelola metode pembayaran pertama saat itu yaitu Oeang Republik Indonesia atau ORI.

Berkat kiprah JMD selama di BNI, ia kemudian dipercaya menduduki dua jabatan sekaligus pada tahun 1963, yakni Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Urusan Bank Sentral. Menurut catatan Historia, Jusuf berhasil mengintegrasikan seluruh bank pemerintah menjadi satu bank, BNI. Kebijakan ini didasarkan pada Doktrin Bank Berdjoang sehingga bank lebih mudah dijadikan sebagai alat revolusi terpimpin.

Rupiah (Arief Kamaludin|KATADATA)

Peristiwa 30 September 1965 mengakhiri Bank Tunggal yang dibuat oleh Jusuf dan skandal pribadi yang ada pada Jusuf. Dalam demonstrasi pasca G30S/1965, mahasiswa memanggil Jusuf sebagai menteri perkawinan dan menuntut agar Jusuf diadili. Terakhir, nama Jusuf masuk dalam salah satu dari 15 menteri yang ditangkap sesuai Perintah 11 Maret (Supersemar).

Jusuf menjadi menteri pertama yang diadili pada Agustus 1966 atas berbagai tuduhan. Menurut buku Melawan Korupsi: Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia karya Wisnu Juwono, Jusuf digugat karena menyelundupkan senjata, amunisi, dan bahan peledak berbahaya, bahkan menggelapkan dana revolusi sebesar Rp 97 miliar pada masanya.

Pada 9 September 1966, pengadilan memutuskan Jusuf bersalah dan menjatuhkan hukuman mati. Jusuf mengajukan banding, namun pengadilan menolaknya. Di akhir hayatnya, Jusuf meninggal dalam tahanan pada 26 Agustus 1976 karena tetanus. Namanya juga dikenal sebagai menteri terkorup di Orde Lama.