Dewan Rakyat (DPR) bersama pemerintah mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (PPSK) pada Kamis, 15 Desember 2022. Undang-undang PPSK merupakan undang-undang yang memiliki jangkauan luas di bidang keuangan, khususnya dalam menghadapi krisis dan beradaptasi dengan teknologi. kemajuan.
Terdiri dari 27 bab dan 341 pasal, UU PPSK mengubah 17 undang-undang di bidang keuangan. Diantaranya Undang-Undang Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Perbankan, Perbankan Syariah, Perasuransian, Pasar Modal, Perdagangan Berjangka Komoditi, Surat Utang Negara (SUN), Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). ). ), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan Pencegahan dan Penanggulangan Krisis Sistem Keuangan.
(Baca: DPR Sahkan RUU PPSK Jadi UU, Lihat Pasal Penting)
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit mengatakan, proses pembahasan undang-undang ini sudah dilakukan sejak November 2021. dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.
Sebaliknya, konsumen dan bisnis dengan cepat mengadopsi teknologi keuangan, seperti aset kripto.
Beberapa perubahan besar dalam UU PPSK terkait dengan respon terhadap krisis dan perkembangan teknologi di sektor jasa keuangan.
Ekspektasi Krisis
Salah satu poin perubahan UU PPSK adalah peran Bank Indonesia. Dalam undang-undang ini ditambahkan mandat BI untuk ikut “mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”. Sebelumnya, dalam UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 4 Tahun 2003, BI memiliki satu tujuan yaitu “mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah”.
Undang-undang PPSK secara eksplisit mengamanatkan BI untuk “membuat dan melaksanakan kebijakan makroprudensial.” Perubahan ini terkait peran BI di masa pandemi Covid-19 dalam mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Hal itu terlihat antara lain dengan mempertahankan suku bunga acuan.
Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI juga menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pemulihan melalui berbagai inisiatif. Salah satunya adalah melonggarkan rasio loan to asset value (LTV) untuk real estate menjadi 100%. Hal ini meringankan beban uang muka pengguna.
UU PPSK juga menandai lahirnya dasar hukum peran BI dalam memonetisasi utang pemerintah selama krisis. Undang-undang universal yang luas jangkauannya ini menambahkan tiga pasal pada Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Salah satu pasal baru mengatur kewenangan BI untuk “membeli Surat Berharga Negara (SBN) berjangka panjang di pasar utama” untuk mengatasi permasalahan sistem keuangan yang mengancam perekonomian Indonesia.
Seperti bank sentral di negara lain, BI membeli surat utang pemerintah selama pandemi COVID-19. Kewenangan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Penanganan Dampak Ekonomi Pandemi.
Oleh karena itu, BI menjadi ready buyer obligasi pemerintah. Per 15 November 2022, BI telah membeli SBN Rp 142,35 triliun di pasar utama, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo.
UU PPSK juga secara jelas menyebutkan bahwa pembelian SBN oleh BI bergantung pada keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Berdasarkan hukum alam semesta yang luas ini, Menteri Keuangan berwenang mengambil keputusan atas nama KSSK apabila musyawarah dan pemungutan suara gagal.
Teknologi Keuangan
UU PPSK memiliki bab khusus tentang financial technology yaitu Bab XVI. Menurut Pasal 213, ruang lingkupnya meliputi sistem pembayaran, penyelesaian transaksi efek, akumulasi modal, manajemen investasi, manajemen risiko, penggalangan dana dan/atau penyaluran dana, dukungan pasar, kegiatan yang terkait dengan aset keuangan digital seperti aset kripto, dan aset digital lainnya. keuangan. kegiatan pelayanan.
Baik BI maupun OJK akan mengatur dan mengawasi financial technology sesuai kewenangan masing-masing, sesuai pasal 216.
Bagi OJK, UU PPSK menambahkan bahwa tugas lembaga tersebut adalah mengatur dan mengawasi teknologi keuangan dan aset keuangan digital seperti aset kripto. Untuk itu, OJK akan memiliki anggota komisioner baru yang merupakan Ketua Pelaksana Pengawasan Inovasi Teknologi di Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto.
OJK sudah memiliki Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI). Meski pengawasan aset kripto bukanlah tugas yang jelas, SWI telah menutup berbagai platform investasi ilegal. Di antara platform yang ditutup, terdapat 96 platform terkait aset kripto, menurut data SWI per 15 Desember 2022.
Selain aset kripto, UU PPSK juga mengatur rupiah digital dengan mengubah UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Hukum alam semesta yang luas menyatakan bahwa “BI adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengelola Rupiah digital.”
BI telah meluncurkan makalah pada November 2022 tentang Proyek Garuda, sebuah inisiatif yang mengeksplorasi desain mata uang digital bank sentral (CBDC) Indonesia atau rupiah digital. BI telah memetakan tiga tahap pengembangan mata uang digital ini. Tahap pertama adalah konsultasi publik, kemudian uji coba teknologi, dan diakhiri dengan review posisi kebijakan.
Per Juli 2022, ada empat CBDC yang sudah memasuki tahap implementasi di dunia, yakni di Bahama, Karibia Timur, Nigeria, dan Jamaika, menurut data Bank for International Settlements (BIS). Pada saat yang sama, ada 29 CBDC dalam fase percontohan. BIS juga melaporkan bahwa 72 bank sentral telah mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan mata uang digital.