Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir akses ke tiga situs yang menjual organ tubuh manusia. Pemblokiran itu terkait pembunuhan seorang anak oleh dua remaja di Makassar.
Pelaku mengaku membunuh anak-anak untuk mendapatkan uang dengan menjual organ tubuh korban. Bagi mereka, mereka mendapat akses ke situs penjualan organ dari mesin pencari (browser) asal Rusia, Yandex.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik pemerintah Usman Kansong memutuskan untuk memblokir akses ke situs penjualan organ tersebut. “Tadi malam Kominfo memblokir 3 situs jual beli organ,” kata Usman kepada Katadata.co.id, Jumat (13/1).
Tiga situs yang diblokir adalah:
organcity.com Heavenlyorgans.com Drsamuelbansal.blogspot.com
Sementara Kominfo masih mempelajari dan mempelajari Yandex, sebelum memutuskan untuk memblokir mesin pencari tersebut.
Polisi mengatakan kedua remaja itu membunuh bocah itu di Makassar, karena tergoda untuk membeli dan menjual organ tubuh senilai jutaan dolar Amerika Serikat (AS). Meski pada akhirnya pelaku tidak mengambil organ tubuh korban dan membuang jenazah di kolam Nipa-Nipa, Moncongleo, Kabupaten Maros.
Ketua Lembaga Riset Siber Communication & Information Systems Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, Yandex LLC merupakan perusahaan yang menaungi situs Yandex.com. “Situs tersebut dikabarkan menjadi mesin pencari otomatis terbesar di Rusia,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (13/1).
Sebelumnya, situs web ini hanya dapat diakses oleh warga negara Rusia. Namun, dewan direksi Yandex LLC mengubah domain Yandex dari Yandex.ru menjadi Yandex.com agar dapat digunakan oleh masyarakat dunia.
Pratama menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan fungsionalitas yang signifikan antara Yandex dan Google atau mesin pencari lainnya. “Fungsi utamanya sebagai browser atau mesin pencari di dunia maya,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Yandex memiliki TOR yang berbeda dengan browser yang sering digunakan untuk mengakses website yang memiliki konten kriminal atau dikenal dengan dark web.
“Dibutuhkan lebih banyak informasi dari hasil penyelidikan polisi, apakah benar tersangka pembunuhan itu mengetahui dari Yandex atau orang lain,” ujarnya.
Pakar Keamanan Teknologi, Alfons Tanujaya mengatakan, polisi perlu memastikan apakah pembunuhan itu diilhami oleh Yandex. “Bisa dicek dengan digital forensik di telepon genggam (HP) pelaku,” kata Alfons.