Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) akan menciptakan lapangan kerja baru. Peraturan ini mewajibkan setiap perusahaan atau lembaga harus memiliki petugas perlindungan data pribadi atau petugas perlindungan data.
“Kami hitung dalam implementasinya, Indonesia membutuhkan 150-170 ribu tenaga profesional tersebut untuk menjadi contact person implementasi UU PDP,” kata Dirjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, Kamis (23/2).
Petugas perlindungan data pribadi atau PPDP bertugas menginformasikan dan menasihati pengontrol data pribadi atau pengolah data pribadi untuk mematuhi ketentuan Undang-Undang PDP. Mereka juga diwajibkan untuk memantau dan memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang PDP dan kebijakan pengontrol data pribadi atau pemroses data pribadi.
PPDP bertugas memberikan saran untuk menilai dampak perlindungan data pribadi dan memantau kinerja pengontrol data pribadi dan pengolah data pribadi. Petugas juga diharuskan untuk berkoordinasi dan bertindak sebagai penghubung untuk masalah yang terkait dengan pemrosesan data pribadi.
Dia menjelaskan, persyaratan lapangan kerja baru menunjukkan bahwa era digital tidak hanya akan menggerus banyak lapangan kerja, tetapi juga menghadirkan peluang baru. Untuk itu, menurutnya penting bagi Indonesia untuk meningkatkan literasi digital yang masih rendah agar tidak hanya menjadi penonton.
Saat ini, Kominfo telah bermitra dengan 50 perguruan tinggi untuk meningkatkan literasi digital. Perguruan tinggi merupakan tempat menggali atau mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan dapat membantu mendorong peningkatan literasi digital di Indonesia.
“Kami mengajak para mahasiswa yang akan menjadi panutan untuk memasuki era baru,” ujarnya.
Era baru yang dimaksud Samuel adalah ketika ada keterhubungan antara dunia maya dan dunia nyata, serta keterhubungan antara ruang fisik dan ruang digital. Ia menjelaskan, ruang digital sendiri telah diakui oleh pemerintah negara melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Di sisi lain, ia mengingatkan era baru juga perlu dibarengi dengan kesadaran baru. “Kesadaran baru tidak hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi keahlian untuk benar-benar produktif dalam menjalankan aktivitas digital,” kata Semuel.
Menurutnya, beberapa program untuk meningkatkan literasi digital di Indonesia dapat dilakukan oleh perguruan tinggi. Dua di antaranya, alokasi selama masa orientasi dan literasi digital oleh mahasiswa selama Kuliah Kerja Nyata atau KKN.
Indeks literasi digital Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,05 poin dari 3,49 menjadi 3,54 poin pada tahun 2022. Indeks ini terdiri dari empat pilar yaitu
Keterampilan digital meningkat dari 3,44 menjadi 3,52 Etika digital meningkat dari 3,53 menjadi 3,68 Keamanan digital meningkat dari 3,10 menjadi 3,12 Budaya digital menurun dari 3,90 menjadi 3,84
Semuel mengatakan, tahun ini Kominfo fokus pada pilar keamanan digital. “Target kami pada akhir pemerintahan Presiden Jokowi indeksnya mencapai 4,” ujarnya.
Hasil kajian Kominfo bersama Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan ada 15 daerah dengan indeks literasi digital tertinggi. Posisi pertama ditempati Yogyakarta dengan nilai 3,64. Meski indeks tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yang mencapai 3,71. Menyusul Kalimantan Barat dengan skor yang sama yaitu 3,64 dan Kalimantan Timur dengan nilai 3,62.