Layanan Fixed Mobile Convergence atau FMC bisa menjadi mesin pertumbuhan keuangan terbaru bagi operator telekomunikasi di tengah tekanan berkelanjutan dari penurunan pendapatan rata-rata per pengguna atau ARPU, karena perang harga dan kejenuhan dalam layanan seluler.
FMC adalah konsep yang menggabungkan jaringan broadband seluler dan broadband tetap. Dengan menggunakan FMC, pengguna akan mendapatkan layanan internet secara terus menerus, kapanpun dan dimanapun.
Saat ini operator yang sudah memulai bisnis FMC adalah Telkomsel dan XL Axiata.
Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi memberikan catatan tentang operator yang memberikan layanan FMC kepada konsumen.
Beberapa daya tarik konsumen untuk operator yang menjalankan FMC meliputi:
1. Dengan konvergensi fixed broadband dan mobile broadband, konsumen berharap agar operator tidak mengubah atau mengurangi kualitas layanan, misalnya kualitas jaringan seluler untuk telepon seluler akan menurun karena fokus pada jaringan fixed broadband.
2. Konsumen mengharapkan operator tidak melakukan perubahan produk, karena yang terpenting konsumen tidak mengalami perubahan apapun. Pada dasarnya pelanggan memiliki hak atas kenyamanan dan hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik.
3. Pengguna berharap tidak ada yang dikenakan pada pelanggan. Operator juga tidak bisa memaksa pengguna untuk menggunakan layanan FMC, misalnya dengan memaksa mereka menambahkan alat untuk layanan baru.
4. Sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Jangan membuat terlalu banyak janji manis atau menetapkan harapan tinggi pelanggan Anda dengan layanan baru.
Analis BRI Danareksa Niko Margaronis mengatakan ada perbedaan antara layanan 5G dan FMC. Saat ini kebutuhan penggunaan 5G di Indonesia belum banyak, yaitu hanya untuk segmen enterprise dan fixed wireless.
“FMC ini baru permulaan. Penetrasi fixed broadband bisa mencapai 14% dan juga didorong oleh double play konvergensi TV dan layanan internet. FMC ini bisa menjadi next double play yang bisa mendorong penetrasi fixed broadband hingga 20%-30% kedepannya,” kata Niko.
Ia juga menyoroti adanya peluang pendapatan baru bagi operator dengan FMC. Hal ini karena estimasi tambahan ARPU hingga Rp 200 ribu, dibandingkan ARPU mobile broadband saat ini yang berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp 45.000.
“Itu keuntungan yang sangat besar, biaya bisa naik untuk meningkatkan ARPU, tapi tetap bisa mendorong lebih banyak pendapatan bagi operator saat ini,” lanjutnya.
Selain bisnis baru yang memberikan peluang pendapatan baru, FMC juga mendorong para operator untuk fokus memberikan penawaran layanan yang lebih baik kepada pelanggan sehingga ARPU bisa lebih sehat.