Kasus ‘pembunuhan remaja laki-laki’ yang terinspirasi dari konten jual beli organ tubuh menjadi viral di media sosial belakangan ini. Sebelumnya juga ada remaja yang membunuh anak kecil setelah menonton video di YouTube.
Polisi melaporkan bahwa kedua remaja tersebut membunuh seorang anak berusia 11 tahun setelah membuka mesin pencari (browser) asal Rusia, Yandex. Mereka tergoda untuk membeli dan menjual organ seharga jutaan dolar di Amerika Serikat (AS).
Namun, kedua remaja tersebut tidak mengeluarkan organ tubuh korban karena tidak mengetahui lokasinya. Kedua remaja itu juga membuang jenazahnya di waduk Nipa-Nipa, Moncongleo, Kabupaten Maros.
Pakar Keamanan Teknologi, Alfons Tanujaya mengatakan, polisi perlu melakukan forensik digital dengan mengecek ponsel pelaku. “Ini untuk mengetahui jika pelaku membuka situs tersebut,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (11/1).
Katadata.co.id mengkonfirmasi ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait kasus tersebut. Tapi tidak ada tanggapan.
Sedangkan Yandex merupakan mesin pencari buatan raksasa teknologi Rusia yang fungsinya mirip dengan Google Chrome atau Microsoft Bing.
Yandex juga menyediakan aplikasi taksi online dan layanan pengiriman makanan di Rusia. Perusahaan beroperasi di Rusia dan Amsterdam, Belanda.
“Di Amsterdam, Yandex akan fokus mengembangkan teknologi baru untuk pasar internasional,” ujarnya seperti dikutip dari The Moscow Times, dua pekan lalu (1/1).
Sebelum kasus ‘pemuda bunuh anak laki-laki’, ada juga remaja yang membunuh anak kecil setelah menonton video di YouTube pada tahun 2020.
Siswa sekolah menengah pertama di Indonesia membunuh seorang anak laki-laki berusia lima tahun, terinspirasi dari film Chucky and the Slender Man. Saat itu, kata polisi, pelaku hobi menonton film horor dan kekerasan di YouTube.
Menanggapi hal tersebut, Google mengatakan bahwa perusahaan menyediakan fitur khusus untuk melindungi pengguna anak.
“Secara keseluruhan, Pedoman Komunitas atau Pedoman Komunitas kami dengan jelas menguraikan konten dan perilaku yang dapat diterima di YouTube,” kata Manajer Komunikasi Google Indonesia Feliciana Wienathan kepada Katadata.co.id, pada Maret 2020 (9/3/2020).