Sejak ditemukan lebih dari 20 tahun lalu, proyek Blok Masela belum beroperasi. Padahal, proyek migas laut dalam ini merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Progres proyek LNG Blok Masela Abadi terhenti setelah Shell Upstream Overseas mundur pada Juli 2020. Kepergian perusahaan migas asal Belanda itu memperlambat progres proyek Masela senilai US$19,8 miliar atau sekitar Rp285 triliun yang ditargetkan berproduksi pada 2027. .
Sebelum mundur dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham Participating Interest (PI). Sisanya 65% dikuasai Inpex Jepang. Mundurnya Shell membuat Inpex kesulitan mencari investor pengganti.
“Kita dorong terus blok Masela yang semula akan dijalankan Inpex kemudian Shell, tapi karena saat itu harga (minyak) sedang rendah, ada yang mundur dan pengerjaan juga mundur,” kata Presiden Joko Widodo pada awal September 2022.
Ia berharap segera dibentuk konsorsium untuk pengembangan proyek tersebut. “Agar proyek bisa segera dimulai,” ujarnya.
Blok Masela
Blok Masela merupakan ladang minyak dan gas terbesar di Indonesia. Terletak di Kabupaten Maluku Barat. Secara geografis, letak Blok Masela berbatasan dengan Timor Leste dan Australia.
Cadangan Blok Masela ditemukan pertama kali pada tahun 2000. Saat itu sumur eksplorasi pertama yang dibor adalah sumur Abadi-1 yang terletak di tengah struktur Abadi dengan kedalaman laut 457 meter dan total kedalaman 4.230 meter.
Blok Masela memiliki potensi cadangan gas yang sangat besar, mencapai 10,73 triliun kaki kubik (Tcf). Karena itu, Blok Masela kerap disebut sebagai ladang gas permanen. Pemerintah mengklaim cadangan gas di Blok Masela tidak akan habis hingga 70 tahun ke depan.
Pro dan Kontra Skema Penyaringan
Pengembangan Blok Masela antara darat dan laut sempat menuai pro dan kontra di kalangan internal pemerintah. Kementerian ESDM dan SKK Migas merekomendasikan agar pabrik pengolahan gas dibangun di laut (offshore).
((Baca: Rizal vs Amien di Blok Masela)
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Desember 2010, diputuskan pabrik akan berada di laut atau terapung. Hal itu tertuang dalam rencana pembangunan Masela (Plan of Development/POD) yang disetujui pemerintah pada Desember 2010 atau 12 tahun setelah kontrak ditandatangani pada November 1998.
Namun, keputusan ini berubah pada masa pemerintahan Joko Widodo. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya mengusulkan pembangunan di darat. Perbedaan pendapat tersebut didasarkan pada pertimbangan biaya pembangunan.
Kajian Kementerian Koordinasi Kemaritiman menyebutkan, biaya pembangunan kilang darat sekitar US$16 miliar. Padahal, jika kilang terapung dibangun di laut, nilai investasinya akan lebih mahal, mencapai US$22 miliar.
Pemerintah akhirnya memutuskan membangun kilang gas Blok Masela untuk dibangun di darat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap pembangunan kilang gas Blok Masela di darat juga akan mendorong pembangunan infrastruktur di sekitarnya. Terakhir, berdampak pada perekonomian masyarakat di daerah tersebut.
“Yang akan diuntungkan besar jika Blok Masela dijalankan adalah Kepulauan Tanimbar di Saumlaki,” katanya.
Blok Masela (Katadata)
Perusahaan Tertarik Garap Blok Masela
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menetapkan beberapa perusahaan migas yang berminat berinvestasi di Blok Masela. Mereka adalah PT Pertamina (Persero), ExxonMobil, Petroliam Nasional Berhad (Petronas), dan Petrochina.
Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan calon pengembang yang akan mengambil alih 35% hak partisipasi dalam pengelolaan Proyek LNG Blok Masela Abadi dari Shell.
Mereka akan membentuk konsorsium untuk bekerja sama dengan Inpex Corporation sebagai operator Blok Masela. Konsorsium akan dipimpin oleh Inpex sebagai pemegang saham mayoritas di proyek LNG Masela.
“Ya, partai-partai ini. Termasuk (PetroChina), Petronas termasuk,” kata Dwi Soejipto, Kepala SKK Migas dikutip dari Katadata.co.id.
Dwi mengatakan, saat ini setiap calon investor masih melakukan penelitian. Disebutkan, ExxonMobil dan Pertamina akan melaporkan hasil kajiannya pada November ini. “Namun kami masih menunggu hasil kajian masing-masing (kontraktor) dari blok tersebut,” ujarnya.