Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menginginkan kecepatan internet Indonesia masuk sepuluh besar dunia. Oleh karena itu, Kominfo menyiapkan insentif untuk pengembangan jaringan 5G. Namun, operator telekomunikasi memilih mengerem ekspansi 5G.
Chief Executive Officer (CEO) Telkom Group Ririek Adriansyah mengungkapkan bahwa bisnis 5G semua operator seluler di dunia belum menguntungkan. “Bisnis 5G di semua operator tidak ada yang making money (untung) di dunia ini. Ada revenue tapi belum untung,” ujar Ririek di sela-sela Telkom ESG Day di Yogyakarta, Kamis (16/11).
Ririek mengatakan bisnis 5G saat ini mulai stagnan sehingga beberapa operator mulai mengerem ekspansi jaringan 5G. “Karena (bisnisnya) belum sebesar yang diperkirakan,” kata Ririek.
Lebih lanjut, Ririek menyatakan gelaran 5G milik Telkom belum besar-besaran. Pasalnya, spektrum 5G juga belum tersedia. Ia mencatat jumlah handset yang menggunakan teknologi 5G di Telkom hanya sebanyak 5-6% dari total pelanggan.
“Jadi, kalau besar-besaran (pengadaan 5G) percuma, yang pakai siapa,” katanya. Ririek menjelaskan gelaran 5G di Telkom dilakukan secara selektif di beberapa titik.
Indonesia Berpotensi Kehilangan Manfaat Ekonomi dari 5G
Indonesia sudah mengembangkan infrastruktur internet 5G sejak Mei 2021. Namun, Asosiasi Industri Seluler Global atau GSMA memperkirakan, pemerintah berpotensi kehilangan manfaat ekonomi senilai Rp 216 triliun jika tidak meninjau ulang layanan ini.
Analis GSMA memprediksi, manfaat internet 5G bagi sosial ekonomi sekitar Rp 216 triliun selama 2024–2030. Namun, potensi manfaat ini bisa hilang jika harga pita spektrum meningkat.